Galangnews - Salah satu desa di wilayah Kabupaten di Ngawi tengah menjadi perbincangan hangat. Sebuah informasi mencuat di masyarakat terkait dugaan praktik jual beli jabatan dalam proses pengisian perangkat desa.
Berdasarkan penelusuran tim survei, beredar kabar bahwa posisi perangkat tertentu di desa tersebut dikondisikan dengan nilai hingga Rp450 juta, di mana calon peserta diminta memberikan down payment (DP) sebesar Rp150 juta di awal proses.
Meski belum ada pernyataan resmi dari pemerintah desa atau dinas terkait, kabar ini menyebar dengan cepat di kalangan warga dan menjadi pembicaraan serius di berbagai kelompok masyarakat. Beberapa warga menyebut bahwa isu semacam ini telah muncul jauh sebelum pelaksanaan seleksi dimulai.
“Dari awal sudah ramai dibicarakan. Katanya kalau tidak setor, jangan harap lolos, walau nilainya tinggi sekalipun,” ungkap salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Fenomena ini mencerminkan kekhawatiran publik akan integritas dan profesionalisme dalam proses rekrutmen perangkat desa. Jika benar terjadi, maka hal ini berpotensi mencederai semangat reformasi birokrasi di tingkat desa dan membuka peluang penyalahgunaan kekuasaan di kemudian hari.
Menabrak Aturan, Berpotensi Gratifikasi
Sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 67 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 83 Tahun 2015, pengangkatan perangkat desa wajib dilakukan melalui proses seleksi terbuka dan kompetitif. Mekanisme ini seharusnya menjamin bahwa semua warga memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti seleksi berdasarkan kompetensi, bukan kemampuan finansial.
Lebih dari itu, jika benar ada unsur pemberian uang sebagai syarat kelulusan, maka praktik ini termasuk dalam kategori gratifikasi atau bahkan suap sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Gratifikasi semacam ini dapat dikenakan sanksi pidana jika terbukti dilakukan oleh penyelenggara negara dalam lingkup tugasnya.
Masyarakat Perlu Mengawasi
Tim perlu memandang bahwa praktik jual beli jabatan di tingkat desa merupakan persoalan serius yang harus segera ditangani. Apalagi jika uang sebesar ratusan juta sudah beredar hanya demi jabatan administratif, maka akankah pejabat yang terpilih nanti bisa bekerja dengan bersih dan mengabdi tanpa beban “balik modal”?
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari pemerintah desa maupun pihak kecamatan. Namun, publik berhak tahu, dan aparat penegak hukum perlu membuka mata terhadap dugaan yang telah berkembang di masyarakat ini.
Lembaga akan terus memantau perkembangan kasus ini dan mengajak masyarakat untuk turut mengawasi proses-proses pengisian jabatan publik, agar tetap berada di jalur transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan pada hukum. (Tim)

